I. INT. KAMAR KOST I
Seorang pemuda berumur sekitar 20an sedang terduduk di sudut ruangan yang berantakan dengan sangat gelisah. Dahinya penuh dengan peluh yg sesekali terlihat menetes menyusuri lengkung alisnya. Rokok di tangan kirinya terbakar sia-sia tak dihisap. Tangan kanannya memegang sebuah foto yg dibingkai kaca. Ia menatap foto itu dengan segala kebencian yang dimilikinya. Kebencian orang yang hatinya terluka oleh orang yang dicintai dengan sepenuh hati. Setelah matanya menatap kosong selama beberapa detik tiba-tiba ia melemparkan foto itu ke tembok sehingga bingkainya pecah berkeping-keping. Sesaat kemudian ia membenamkan kepalanya ke lipatan tangan diantara lututnya dan menangis pelan. Sangat pelan sampai akhirnya ia tertidur bermandikan air mata dan keringatnya sendiri.
II. INT. KAMAR KOST II
Seorang gadis cantik berumur sekitar 20an sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Kulitnya yang putih bersih jelas sekali memperlihatkan ia sangat memperhatikan perawatan tubuhnya sehingga ia tetap terlihat cantik walaupun hanya dibalut handuk. Dengan lincah ia memainkan rambutnya yg panjang terurai sepunggung. Raut wajahnya tampak ceria dan bersemangat. Sesekali ia memilih-milih lagi baju yang kira-kira akan dipakainya malam ini. Ia mau terlihat cantik. Sangat cantik.
III. INT. KAMAR KOST I
Perlahan pemuda itu terbangun dari tidurnya. Matanya sembab. Rokok yang melekat di tangan kirinya sudah tidak menyala. Ia tampak kebingungan berusaha mengingat bagaimana ia bisa ada disitu. Sesaat kemudian ia meraih jam weker di dekatnya dan tampak sedikit terkejut.
IV. INT. KAMAR KOST II
Gadis itu tampak tergesa-gesa memasukkan barang-barang pribadi ke dalam tas nya sambil sesekali melirik jam tangannya. Setelah memeriksa kembali ia sadar ada sesuatu yang tertinggal. Dengan panik ia membalik-balikan bantal untuk mencarinya. Tak lama kmudian ia menemukan apa yg dicarinya, memasukkannya ke dalam tas, kemudian bergegas keluar kamar.
V. INT. KAMAR KOST I
Pemuda itu tampak sedikit lebih segar dan jelas telah mencuci mukanya. Ia mengambil sebotol parfum di laci meja. Setelah memakainya sedikit ia menjatuhkan botol parfum itu ke lantai kemudian berjalan keluar kamar. Kakinya menginjak pecahan kaca bingkai foto tadi dan terluka. Tapi ia tidak memperdulikannya. Mati rasa. Ia sudah melewati rasa sakit yang jauh lebih hebat dari itu.
VI. EXT. PINGGIR JALAN I
Gadis itu tampak sedang menunggu taksi di pinggir jalan. Sesekali ia melongok ke ujung jalan berharap ada taksi yang lewat. Tak lama kemudian memang terlihat sebuah taksi berjalan mendekat. Ia memanggilnya. Taksi berhenti dan gadis itu masuk ke dalam.
SUPIR TAKSI
“Kemana Mbak..?”
GADIS
“Hotel Cemara Pak, Kota…”
VII. EXT. PINGGIR JALAN II
Pemuda itu berdiri di trotoar sambil menghisap rokoknya. Saat ia melihat ada taksi mendekat ia memanggil taksi itu. Taksi berhenti.
SUPIR TAKSI
“Kemana Mas…?”
Pemuda itu tak menjawab. Hening. Supir taksi menengok ke belakang.
SUPIR TAKSI
“Mas…???”
Pemuda itu terkejut. Suara supir taksi itu membuyarkan lamunannya.
PEMUDA
“Ngga Pak…ngga jadi. Maaf. Saya turun sini aja.”
SUPIR TAKSI
“Tiga ribu tiga ratus Mas…”
PEMUDA
“Hah…??”
SUPIR TAKSI
“Argonya udah nyala Mas, tiga ribu tiga ratus…”
PEMUDA
“Oh maaf Pak…(menyerahkan selembar lima ribuan). Ambil aja kembaliannya…”
Pemuda itu turun dari taksi yang perlahan berjalan meninggalkannya.
VIII. EXT. PINGGIR JALAN II
Ia terduduk di trotoar. Puntung rokok tampak berserakan di dekat kaki pemuda itu. Tak lama kemudian sebuah taksi lewat dan ia berteriak memanggilnya. Taksi berhenti.
SUPIR TAKSI
“Malam Mas…kemana..?”
Hening.
SUPIR TAKSI
“Mas…???”
PEMUDA
“Hotel Cemara Pak, Kota….”
IX. INT. KORIDOR HOTEL
Pemuda itu berjalan pelan menyusuri koridor hotel. Langkahnya terasa amat berat. Ia berhenti sejenak setelah sampai di depan kamar yang ditujunya. Ia mengenggam gagang pintu kamar itu erat-erat, menelan ludah, menarik nafas panjang, kemudian membukanya perlahan.
X. INT. KAMAR HOTEL
Gadis itu sedang menyisir rambutnya di meja rias saat ia melihat sang pemuda masuk ke dalam kamar dari pantulan kaca di depannya.
GADIS
“Hi dear, kamu kok telat sayang…??”
PEMUDA
“Iya tadi macet di jalan…”
GADIS
“Dimana…?? Tadi aku lancar-lancar aja tuh…”
Pemuda itu tidak menjawab. Ia membuka pintu kamar mandi dan lemari seolah-olah memastikan tidak ada siapa-siapa disitu. Setelah ia yakin ia hanya berdua dengan sang gadis perlahan ia mendekati gadis itu.
PEMUDA
“Kamu udah lama…??”
GADIS
“Lumayan. Eh kamu pake parfum yang aku beliin ya..?? Aku apal wanginya…”
Ia berdiri di belakang gadis itu. Gadis yang sangat dicintainya. Ia mau melakukan apa saja untuk gadis itu. Darah. Keringat. Air mata. Apa saja. Dan ia berpikir hari ini gadis itu sangat cantik. Melebihi semuanya.
PEMUDA
“Tutup mata kamu deh…”
Gadis itu tampak senang dan buru-buru meletakan sisirnya di atas meja kemudian menutup matanya.
GADIS
“Pasti kamu mau ngasih aku kejutan lagi ya….”
PEMUDA
“Iya. Aku sayang kamu…”
Dengan cepat pemuda itu membekap mulut dan menyayat leher sang gadis dengan pisau cukur lipat yang ia keluarkan dari saku celananya. Sang gadis terbelalak tak sempat menjerit. Darah menciprat. Merah. Indah.
FADE TO BLACK
Pemuda itu menggendong mayat sang gadis dan meletakannya di kasur kemudian menyelimutinya. Darah menetes. Setelah itu ia duduk di sisi kasur yang lain dan melepas sepatunya. Tampak kaus kakinya dipenuhi dengan darah. Kemudian ia mengangkat kakinya ke atas kasur dan berbaring di samping tubuh tak bernyawa orang yang dicintainya. Ia menyelimuti dirinya sendiri, mengecup kening sang gadis, kemudian menyayat urat nadinya sendiri.
Darah menetes. Hening.
TAMAT